Selasa, 29 Maret 2011

Bukan Bodohnya Tapi Usahanya

"Tidak ada yang tidak mungkin”, itulah kalimat motivasi saya saat merencanakan dan berbuat sesuatu yang membanggakan bagi orang-orang disekeliling saya. Pada waktu saya mengajar disebuah Madratsah Ibtidaiyyah (setingkat SD). Kebetulan saya menjadi wali kelas anak-anak yang nilai prestasinya dibawah rata-rata. Kelas itu terkenal dengan anak-anak yang bodoh, bandel alias nakal, malas, serta banyak tingkah. Namun, bagaimanapun juga mereka adalah anugerah dari Allah SWT yang diciptakan untuk meneruskan generasi bangsa. Saya percaya itu.
Dipertengahan semester, para guru mengadakan perlombaan-perlombaan diberbagai bidang. Antara lain: Lomba azan, shalat berjamaah, cerdas cermat, sepak bola, yel yel, dan lain sebagainya. Ada beberapa jenis perlombaan yang amat bergengsi yaitu sepak bola dan cerdas cermat. Mungkin tidak ya kelas yang terkenal bodoh, nakal dan malas itu bisa juara cerdas cermat? Sebagian orang yang memiliki keyakinan sama seperti saya saat itu pasti berkata “Mungkin 100%”
Guru-guru rekan kerja saya tidak banyak merespon atas keyakinan saya yang akan mati-matian mendidik dan menjerumuskan anak-anak kelas kebawah itu ke babak final cerdas cermat. Ya.. target saya adalah masuk final, dan target itu tidak usah muluk-muluk yang penting bisa tampil menggegerkan.
Dari 12 kelas yang dipertandingkan, hanya 2 yang akan masuk final. Dan ini menjadi kredibilitas saya sebagai wali kelas yang dipercaya oleh kepala sekolah menangani anak-anak super jenius ini. Bagaimana cara saya menghadirkan kehebatan anak-anak bodoh ini ditengah persaingan yang berat?, sedangkan teman-teman sebaya mereka sering sekali merendahkan bahkan menghina. Namanya juga anak-anak.
Tidak ada kata selain keyakinan yang kuat dalam hati saya, bahwa anak-anak bandel ini akan berhasil. Walaupun terkadang anak-anak ini minder dengan kondisi itu. Saya selalu memberikan motivasi diluar atau didalam kelas. Setiap malam saya tambah jam belajar mereka 30 menit khusus membahas materi yang akan ditanyakan dalam lomba. Sisanya kurang lebih saya bercerita tentang bagaimana perjuangan orang-orang terdahulu menggapai kesuksesan, dan tentunya didalam cerita itu ada motivasi yang harus diserap dalam hati anak-anak ini.
Perlombaan cerdas cermat telah dimulai. Babak penyisihan pertama merupakan babak penuh kebingungan dan ketegangan bagi anak-anak saya. Walaupun ada kebingungan dan ketegangan, mereka tampil percaya diri dan membasmi lawan-lawannya yang cukup di atas nilai rata-rata mereka. Energi positif dalam hati saya dan anak-anak menambah, bahkan lebih semangat lagi. Rasanya ingin cepat-cepat masuk final.
Saya tidak menyangka, namanya juga anak-anak. Setelah babak penyisihan pertama itu, anak-anak bodoh ini bisa-bisanya berjalan tegap dan gagah. Tapi saya menyadari, saya harus cepat-cepat memberi pengertian bahwa sombong itu menghancurkan visi dan misi kita.
Malam-malam sebelum penyisihan kedua, kami tambah 10 menit belajar malam ditambah dengan tips-tips penting yang harus dilakukan saat perlombaan berlangsung. Mudah saja kok tipsnya, yaitu tenang, rileks, sabar, fokus, dan ikhlas.
Babak penyisihan kedua telah dimulai, kali ini mereka tidak sebingung dan setegang saat penyisihan pertama berlangsung. “Alhamdulillah, bisa tenang juga mereka” hati saya berkomentar. Pertanyaan demi pertanyaan di lontarkan oleh MC, namun ada saja jawaban yang keliru. Jika pengertiannya tepat walaupun keliru, akan dibetulkan oleh juri.
Saingan berat kami adalah anak-anak juara kelas dari ‘the great class’. Anak-anak great itu memang tidak perlu diragukan lagi. Bagi penonton, saat anak-anak the great itu menjawab pertanyaan dan jawabannya benar, itu biasa dan sedikit sekali yang bertepuk tangan. Berbeda dengan anak-anak saya yang bodoh bin bandel ini. Jawaban salah saja banyak yang bertepuk tangan, apalagi jawabannya benar. Lantai bisa gemuruh oleh lompatan-lompatan penonton yang takjub kegirangan. 
“Syukur kita untuk Mu Ya Allah…, kami lolos masuk ke semifinal”. Saya tidak menambah jam belajar mereka, tapi saya menyarankan mereka lebih banyak berdoa, lebih banyak berbuat baik dan jangan melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar aturan. Belajar kali ini lebih rileks dan santai, namun fokus dan semangat.
Babak semifinal terdiri dari 4 kelas. Cuma kami yang kelasnya jauh di bawah mereka. Para penonton ternyata banyak yang mendukung kami. Saya pun kena imbasnya. Saya sering dipuji dan dipuja oleh kelapa sekolah, dan diancungkan jempol oleh rekan-rekan guru. Saya hanya membalas mereka dengan berkata “Terima kasih”.
Perlombaan kali ini berlangsung sengit. Sebenarnya, penontonlah yang membuat sengitnya perlombaan, karena penonton lebih banyak mendukung kami yang dulu dicerca dan dimaki. Sehingga membuat para kontestan lomba pesaing kami ‘panas’ yang akhirnya salah menjawab pertanyaan dari MC. Sedangkan kami tetap pada jalur ketenangan dan kefokusan.
Juri menetapkan nilai kami lebih tinggi diantara dua kelas perserta lomba. Akhirnya, kami pun masuk final. Saya dapat membuktikan perkataan saya tentang keyakinan kepada rekan-rekan guru. Anak-anak didik saya pun terangkat derajatnya. Mereka lebih ceria, semangat dan tentunya lebih baik dari sebelumnya. Terlihat dari raut wajah mereka yang dulu bodoh menjadi sangat pintar.
“Saya serahkan hasil final ini pada-Mu Ya Allah” itu doa saya, saat final berlangsung. Saya sadar akan kekuatan logika. Anak-anak didik saya ini melawan the great class adalah sungguh sudah sempurna usaha dan doa saya. Nilai rata 9 melawan rata 3, apa yang mesti saya lakukan lagi?. Cuma ada ikhlas dihati saya saat itu.
Dan akhirnya.., kita mendapat juara kedua lomba cerdas cermat yang bergengsi itu. Saya tahu anak-anak saya kecewa. Tapi mereka sudah dibekali hati yang cukup untuk ikhlas dan bersyukur kembali. Anak-anak itu tetap anak-anak anugrah dari Allah SWT yang suci penuh masa depan yang cermerlang. “Tetap semangat anak-anakku… gapai masa depan kalian yang cemerlang.” Saya bangga menjadi bapaknya.


0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...